Selasa, 13 September 2011

Membaca Amin Setelah Imam Selesai Fatihah

Assalamu'alikum wr. wb.
Saya ingin tanya kenapa pertanyaan saya tentang hukukm membaca amin setelah alfatihah dalam salat berjamaah belum di jawab?????
Saya ingin tau secepatnya.
Mohon maaf kalau saya terlalu lancang. sebelumnya saya ucapkan terima kasih. assalamu'alikum wr. wb.

jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kami mohon maaf seandainya belum dapat secara langsung menjawab setiap pertanyaan yang masuk. Sebabnya kali ini bukan apa-apa, karena kami harus melakukan studi literatur yang agak panjang ke sana kemari.
Dan akhirnya setelah kami rasa cukup untuk dijadikan sebuah jawaban, meski tidak sempurna, barulah kami memberanikan diri untuk menyampaikan jawabannya. Sekali lagi mohon maaf atas keterlambatan jawaban.
Kesimpulan singkatnya dari hukum membaca lafadz 'Aamiin' setelah Al-Fatihah dalam shalat adalah sebuah perkara khilafiyah. Para ulama ternyata memang berbeda pendapat ketika bicara masalah yang satu ini.
Sebagian besar ulama (jumhur) mengatakan bahwa mengucapkannya secara jahr (suara dikeraskan termasuk sunnah, sedangkan sebagian lainnya mengatakan bahwa lafadz itu dibaca sirr (lirih) saja dan itu lebih utama.
1. Mazhab Abu Hanifah
Dalam hal ini mazhab Abu Hanifah termasuk yang berbeda dengan pendapat mazhab jumhur lainnya. Dalam pandangan mazhab ini, bacaan Amin lebih utama untuk dilirihkan, tidak dibaca keras sebagaimana yang umumnya kita kenal selama ini.
Hal ini cukup menarik, saat kamike Turki dan shalat berjamaah Maghrib di masjid Abu Ayyub Al-Anshari dan shalat Shubuh di masjid dekat hotel, kami sempat sedikit terkecoh. Sebagai bangsa Indonesia yang tinggal bersama dengan kalangan mazhab Syafi'i, begitu mendengar imam selesai mengucapkan lafadz waladhdhaaalliin, maka secara naluri kami pun langsung siap-siap mengucapkan Amin dengan suara keras.
Tapi apa lacur, ternyata suasana tetap hening, sepi dan tak seorang pun yang melafadzkannya. Sempat celingukan juga sambil bingung sebentar, tapi setelah itu langsung tersadar. Oh, iya. Ini kan Turki. Kok bisa lupa, mereka ini kan bermazhab Hanafi. Dan dalam pelajaran waktu kuliah dulu, kami jadi teringat bahwa dalam mazhab Abu Hanifah memang tidak disunnahkan mengeraskan bacaan Amin dalam shalat berjamaah.
Yah, sudah tidak apa-apa. Malu-malu sedikit kan tidak apa-apa. Anggap saja kami ini turis nyasar. Namanya juga turis, wajar dong kalau keseleo lidah.
Terus Anda lalu penasaran, kenapa kok mahzab Hanafi ini tidak menyunnahkan untuk menjahar lafadz Amin? Apa landasannya?
Begini, sebagaimana yang dituliskan oleh Al-Qurthubi dalam kitab tafsir yang fenomenal, Al-Jami' li Ahkamil Quran, kita menemukan sedikit penjelasan, tepatnya kalau kita buka pada jilid 1 halaman 200. Di sana dijelaskan bahwa ternyata mereka punya landasan dan berhujjah dengan ayat Al-Quran berikut ini:
Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas .(QS. Al--A'raf: 55)
Makanya para ulama mazhab ini tidak mengajarkan bacaan doa yang dikeraskan. Sebab bagi mereka, kedudukan ayat ini mengikat dan lebih kuat dari hadits nabawi. Sehingga tidak dianjukan untuk berdoa dengan lafadz yang dikeraskan.
Dan karena lafadz Amin itu bagian dari doa, maka yang lebih utama tidak dibaca keras, cukup dibaca secara lirih saja.
Mungkin anda akan protes, lho yang merupakan doa itukan lafadz surat Al-Fatihah-nya, sedangkan lafadz 'Amin' itu kan bukan doa?
Maka kalangan mazhab Hanafi menjawab bahwa mengucapkan lafadz 'Amin' itu juga bagian dari doa. Sebagaimana firman Allah SWT:
AlIah berfirman, "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui".(QS. Yunus: 89)
Ayat ini sedang mengisahkan Musa dan Harun 'alaihimassalam yang berdoa. Dan diriwayatkan meski dengan sanad yang dhaif sekali, bahwa Musa yang mengucapkan lafadz doa itu dan Harun yang mengaminkan. Makanya, mengucapkan lafadz 'Amin' pun termasuk berdoa.
2. Mazhab Jumhur Ulama
Adapun hujjah jumhur ulama tentang kesunnahan mengeraskan bacaan 'Amin' ada banyak, di antaranya hadits yang berstatus muttafaqun 'alaihi berikut ini:

Apabila Imam mengucapkan Amin maka ucapkanlah Amin. Siapa yang amin-nya sesuai dengan amin para malaikat, diampuni dosanya yang sudah lewat. (HR Bukhari dan Muslim)
Namun di kalangan jumhur ulama sendiri ternyata masih juga ada perbedaan, yakni apakah imam ikut mengeraskan juga bacaan Amin-nya ataukah membaca dengan sirr.
  • Menurut mazhab Asy-Syafi'i dan Maliki dalam riwayat madaniyyin, Imam hendaknya ikut mengeraskan juga bacaan 'Amin' itu, sehingga terdengar juga oleh makmum.
  • Sedangkan dalam pandangan Ath-Thabari dan Ibnu Hubaib, imam tidak perlu mengucapkannya secara keras, demikian juga pandangan kalangan Kufiyyin dan Madaniyyin.
  • Sedangkan dalam pandangan Ibnu Bukair, imam boleh memilih antara mengeraskan bacaan amin atau melirihkannya.
Namun yang lebih kuat dari perbedaan pandangan ini menurut kami adalah pendapat pertama, karena ada hadits yang kuat dan bisa menjadi dasarnya.

Dari Wail bin Hujr berkata bahwa Rasulullah SAW kalau membaca Waladhdhaallin, maka beliau mengucapkan Amin dengan suara yang keras. (HR Ad-Daruquthny dengan sanad yang shahih menurutnya)
Rasanya sampai di sini dulu penjelasan yang teramat singkat tentang hukum mengucapkan lafadz 'amin' di belakang imam shalat. Dan yang mana saja dari pendapat di atas, tidak ada yang berbenturan secara prinsip sehingga mengakibatkan dosa besar. Ini hanya sekedar perbedaan yang tidak terlalu prinsip, yakni tentang apakah bacaan amin itu sebaiknya dikeraskan atau dilirihkan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber: ustsarwat.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar